BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Seperti yang kita telah ketahui
bahwa manusia merupakan makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang paling sempurna dari
makhluk lainnya. Dengan segala kelebihan yang dimiliki manusia dibanding
makhluk lainnya membuat manusia memiliki kedudukan atau derajat yang lebih
tinggi. Manusia juga disertai akal, pikiran, perasaan sehingga manusia dapat
memenuhi segala keinginannya yang diberikan Tuhan YME. Kesempurnaan yang
dimiliki oleh manusia merupakan suatu konsekuensi fungsi dan tugas mereka
sebagai khalifah dimuka bumi ini. Tapi banyak dari mereka yang menyalahgunakan
kepemimpinannya untuk melakukan perbuatan yang tidak baik bahkan ada juga dari
mereka yang menghiraukan atau tidak peduli sama sekali dengan kedudukannya
sebagai khalifah di muka bumi seperti yang sudah tertulis di dalam Al Qur’an.
B.
Tujuan
dan maksud penulisan
Tujuan dan maksud dari penulisan
mengenai posisi manusia diantara makhluk lainnya adalah agar kita dapat
memahami lagi arti penting kedudukan manusia di muka bumi ini sebagai pemimpin
dari makhluk lainnya. Karena dengan kelebihannya itulah yang menjadikannya
berbeda dengan makhluk lainnya. Selain itu tujuan dari penulisan ini adalah
agar kita juga dapat mengetahui bahwa kedudukan manusia di muka bumi ini juga
telah tercantum di dalam Al Qur’an sehingga kepastiannya pun tak diragukan
lagi. Penulisan ini juga bertujuan untuk memenuhi tugas Ilmu Sosial Budaya Dasar ( ISBD ).
BAB II
PEMBAHASAN
A. Manusia Sebagai Makhluk
Individu
Individu berasal dari kata in dan devided. Dalam Bahasa Inggris in salah
satunya mengandung pengertian tidak, sedangkan devided artinya terbagi. Jadi
individu artinya tidak terbagi, atau satu kesatuan. Dalam bahasa latin individu
berasal dari kata individium yang berarti yang tak terbagi, jadi merupakan
suatu sebutan yang dapat dipakai untuk menyatakan suatu kesatuan.Individualitas
manusia tampak pada keinginan untuk selalu tumbuh berkembang sebagai sosok
pribadi yang khas atau berbeda dengan lain.
Manusia sebagai makhluk individu memiliki unsur jasmani dan rohani, unsur
fisik dan psikis, unsur raga dan jiwa. Seseorang dikatakan sebagai manusia
individu manakala unsur-unsur tersebut menyatu dalam dirinya. Jika unsur
tersebut sudah tidak menyatu lagi maka seseorang tidak disebut sebagai individu.
Dalam diri individu ada unsur jasmani dan rohaninya, atau ada unsur fisik dan
psikisnya, atau ada unsur raga dan jiwanya.
Karakteristik yang khas dari seseorang dapat kita sebut dengan kepribadian.
Setiap orang memiliki kepribadian yang berbeda-beda yang dipengaruhi oleh
faktor bawaan (genotip) dan faktor lingkungan (fenotip) yang saling
berinteraksi terus-menerus.
Dalam perkembangannya setiap individu mengalami dan di bebankan berbagai
peranan, yang berasal dari kondisi kebersamaan hidup dengan sesama manusia.
Seringkali pula terdapat konflik dalam diri individu, karena tingkah laku yang
khas dirinya bertentangan dengan peranan yang dituntut masyarakatnya. Namun
setiap warga masyarakat yang namanya individu wajar untuk menyesuaikan tingkah
lakunya sebagai bagian dari perilaku sosial masyarakatnya. Keberhasilan dalam
menyesuaikan diri atau memerankan diri sebagai individu dan sebagai warga
bagian masyarakatnya memberikan konotasi “maang” dalam arti sosial. Artinya
individu tersebut telah dapat menemukan kepribadiannya atau dengan kata lain
proses aktualisasi dirinya sebagai bagian dari lingkungannya telah terbentuk.
Manusia sebagai individu selalu berada di tengah-tengah kelompok individu
yang sekaligus mematangkannya untuk menjadi pribadi. Proses dari indvidu untuk
menjadi pribadi, tidak hanya didukung dan dihambat oleh dirinya, tetapi juga
didukung dan dihambat oleh kelompok sekitarnya.
1). Proses Destruktif dan
Konstruktif
Dalam proses untuk menjadi pribadi ini, individu dituntut untuk
menyesuaikan dengan lingkungan tempat ia berada. Lingkungan disini hendaknya
diartikan sebagai lingkungan fisik dan lingkungan psikis. Di dalam lingkungan
fisik, individu harus menyesuaikan dirinya dengan keadaan jasmaninya sedemikian
rupa untuk berhadapan dengan individu lain dengan keadaan jasmaninya yang sama
atau berbeda sama sekali.
Dalam hubungan dengan lingkungan kita nanti akan melihat apakah individu
tersebut menyesuaikan dirinya secara alloplastis, yaitu individu di sini secara
aktif mempengaruhi dan bahkan sering mengubah lingkungannya. Atau sebaliknya
individu menyesuaikan diri secara padif (autoplastis), yaitu lingkungan yang
akan membentuk pribadi seseorang. Pada diri individu yang destruktif kita
jumpai kecenderungn untuk memenuhi kebutuhan psikis berlebihan.Biasanya mencari
kepuasan temporal yang sering kali hanya dinikmatinya sendiri, dan kalau
mungkin hanya oleh segelintir individu-individu lain yang menjadi kelompoknya,
dan dalam melakukan ini, penampilannya akan ditandai oleh tindakan yang semata-
mata rasional kearah masa depan.
2). Kompromistis dan
Anti-Establishment
Sikap kompromis seseorang individu biasanya banyak disebabkan oleh
cara-cara yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan organik maupun kebutuhan
psikologis. Sikap anti- establishment ini merupakan sikap individual yang
berlebihan dalam hal individu berintaraksi dengan lingkungannya. Hal ini sangat
erat kaitannya dengan usaha individu dalam pencarian identitas diri yang
bersifat psikologis (in the search for self identity). Sehingga dalam proses pencarian,
akan terlihat penggambaran mengenai waktu diri sendiri yang sangat dominan.
Perubahan dirasakan oleh hampir semua manusia dalam masyarakat. Perubahan
dalam masyarakat tersebut wajar, mengingat manusia memiliki kebutuhan yang
tidak terbatas. Kalian akan dapat melihat perubahan itu setelah membandingkan
keadaan pada beberapa waktu lalu dengan keadaan sekarang. Perubahan itu dapat
terjadi di berbagai aspek kehidupan, seperti peralatan dan perlengkapan hidup,
mata pencaharian, sistem kemasyarakatan, bahasa, kesenian, sistem pengetahuan,
serta religi/keyakinan.
B. Manusia Sebagai Makhluk
Sosial
Menurut kodratnya, Manusia adalah makhluk sosial atau makhluk
bermasyarakat, selain itu juga diberikan yang berupa akal pikiran yang
berkembang serta dapat dikembangkan. Dalam hubungannya dengan manusia sebagai
makhluk sosial, manusia selalu hidup bersama dengan manusia lainnya. Dorongan
masyarakat yang dibina sejak lahir akan selalu menampakan dirinya dalam
berbagai bentuk, karena itu dengan sendirinya manusia akan selalu bermasyarakat
dalam kehidupannya. Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, juga karena pada
diri manusia ada dorongan dan kebutuhan untuk berhubungan (interaksi) dengan
orang lain, manusia juga tidak akan bisa hidup sebagai manusia kalau tidak hidup
di tengah-tengah manusia. Tanpa bantuan manusia lainnya, manusia tidak mungkin
bisa berjalan dengan tegak. Dengan bantuan orang lain, manusia bisa menggunakan
tangan, bisa berkomunikasi atau bicara, dan bisa mengembangkan seluruh potensi
kemanusiaannya.
Dapat disimpulkan, bahwa manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, karena
beberapa alasan, yaitu :
1. Karena manusia tunduk pada aturan yang
berlaku.
2. Perilaku manusia mengaharapkan suatu
penilain dari orang lain.
3. Manusia memiliki kebutuhan untuk
berinteraksi dengan orang lain.
4. Potensi manusia akan berkembang bila ia
hidup di tengah-tengah manusia.
Ciri manusia dapat dikatakan sebagai makhluk sosial adalah adanya suatu
bentuk interaksi sosial didalam hubugannya dengan makhluk sosial lainnya yang
dimaksud adalah dengan manusia satu dengan manusia yang lainnya. Secara garis
besar faktor-faktor personal yang mempengaruhi interaksi manusia terdiri dari
tiga hal yakni :
1. Tekanan emosional. Ini sangat mempengaruhi
bagaimana manusia berinteraksi satu sama lain.
2. Harga diri yang rendah. Ketika kondisi
seseorang berada dalam kondisi manusia yang direndahkan maka akan memiliki
hasrat yang tinggi untuk berhubungan dengan orang lain kondisi tersebut dimana
orang yang direndahkan membutuhkan kasih saying orang lain atau dukungan moral
untuk membentuk kondisi seperti semula.
3. Isolasi sosial. Orang yang terisolasi
harus melakukan interaksi dengan orang yang sepaham atau sepemikiran agar
terbentuk sebuah interaksi yang harmonis.
C.
Interaksi Sosial dan Sosialisasi
1.
Interaksi
Sosial
Kata interaksi berasal dari kata inter dan action. Interaksi sosial adalah
hubungan timbal balik saling mempengaruhi antara individu, kelompok sosial, dan
masyarakat. Interaksi adalah proses di mana orang-oarang berkomunikasi saling
pengaruh mempengaruhi dala pikiran dan tindakannya. Seperti kita ketahui, bahwa
manusia dalam kehidupan sehari-hari tidaklah lepas dari hubungan satu dengan
yang lain. Interaksi sosial antar individu terjadi manakala dua orang bertemu,
interaksi dimulai: pada saat itu mereka saling menegeur, berjabat tangan,
saling berbicara, atau bahkan mungkin berkelahi. Aktivitas-aktivitas semacam
itu merupakan bentuk- bentuk dari interaksi sosial.
Interaksi
sosial terjadi dengan didasari oleh faktor-faktor sebagai berikut:
1.
Imitasi
adalah suatu proses peniruan atau meniru.
2.
Sugesti
adalah suatu poroses di mana seorang individu menerima suatu cara penglihatan
atau peduman-pedoman tingkah laku orang lain tanpa dkritik terlebih dahulu.
Yang dimaksud sugesti di sini adalah pengaruh pysic, baik yang datang dari
dirinya sendiri maupuhn dari orang lain, yang pada umumnya diterima tanpa
adanya kritik. Arti sugesti dan imitasi dalam hubungannya, dengan interaksi
sosial adalaha hampir sama. Bedanya ialah bahwa imitasi orang yang satu
mengikuti salah satu dirinya, sedangkan pada sugesti seeorang memberikan
pandangan atau sikap dari dirinya, lalu diterima oleh orang lain di luarnya.
3.
Identifikasi
dalam psikologi berarti dorongan untuk menjadi identi (sama) dengan orang
lain, baik secara lahiriah maupun batiniah.
4.
Simpati
adalah perasaan tertariknya orang yang satu terhadap orang yang lain. Simpati
timbul tidak atas dasar logis rasional, melainkan berdasarkan penilain perasaan
seperti juga pada proses identifikasi.
2.
Bentuk-bentuk
Interaksi Sosial.
Bentuk-bentuk intraksi sosial dapat berupa kerja sama (cooperation),
persaingan (competition), dan pertentangan (conflict). Suatu keadaan dapat
dianggap sebagai bentuk keempat dari interaksi sosial, keempat pokok dari
interaksi sosial tersebut tidak perlu merupakan kontinuitas dalam arti bahwa
interaksi itu dimulai dengan adanya kerja sama yang kemudian menjadi persaingan
serta memuncak menjadi pertiakain untuk akhirnya sampai pada akomodasi.
Gilin and
Gilin pernah mengadakan pertolongan yang lebih luas lagi. Menurut mereka ada
dua macam pross sosial yang timbul sebagaiu akibat adanya interaksi sosial,
yaitu:
1.
Proses
Asosiatif, terbagi dalam tiga bentuk khusus yaitu akomodasi, asimilasi, dan
akulturasi.
2.
Proses
Disosiatif, mencakup persaingan yang meliputi “contravention” dan pertentangan
pertikain.
Adapun
interaksi yang pokok proses-proses adalah:
1.
Bentuk
Interaksi Asosiatif
Kerja sama
(cooperation).
Kerja sama timbul karena orientasi orang perorangan terhadap kelompoknya
dan kelompok lainnya. Sehubungan dengan pelaksanaan kerja sama ada tiga bentuk
kerja sama, yaitu:
·
Bargainng,
pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran barang dan jasa antara dua
organisasi atau lebih Cooperation,
proses penerimaan unsur-unsur baru dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik
dalam suatu organisasi, sebagai salah satu carta untuk menghindari terjadinya
goncangan dalam stabilitas organisasi yang bersangkutan.
·
Coalition,
kombinasi antara dua organisasi atau lebih yang mempunyai tujuan yang sama.
·
Akomodasi
(accomodation)
Adapun
bentuk-bentuk akomodasi, di antaranya :
·
Coertion,
yaitu suatu bentuk akomodasi yang prosesnya dilaksanakan karena adanya paksaan.
·
Compromise,
suatu bentuk akomodasi, di mana pihak yang terlibat masing-masing mengurangi
tuntutannya, agar tercapai suatu penyelesaian terhadap perselisihan yang ada.
·
Arbiration,
suatu cara untuk mencapai compromise apabila pihak yang berhadapan tidak
sanggup untuk mencapainya sendiri.
·
Meditation,
hampir menyerupai arbiration diundang pihak ke tiga yang retial dalam persoalan
yang ada.
·
Conciliation,
suatu usaha untuk mempertemukan keinginan pihak yang berselisih, bagi
tercapainya suatu tujuan bersama.
·
Stelemate,
merupakan suatu akomodasi di mana pihak-pihak yang berkepentinganmempunyai yang
seimbang, berhenti pada titik tertentu dalam melakukan pertentangan.
Adjudication¸
yaitu perselisihan atau perkara di pengadilan.
Bentuk
Interaksi Disosiatif.
Persaingan
(competition).
Persaingan adalah bentuk interaksi yang dilakukan oleh individu atau
kelompok yang bersaing untuk mendapatkan keuntungan tertentu bagi dirinya
dengan cara menarik perhatian atau mempertajam prasangka yang telah ada tanpa
mempergunakan kekerasan.
Kontraversi
(contaversion).
Kontraversi bentuk interaksi yang berbeda antara persaingan dan
pertentangan. Kontaversi ditandai oleh adanya ketidakpastian terhadap diri
seseorang, perasaan tidak suka yang disembunyikannya dan kebencian terhadap
kepribadian orang, akan tetapi gejala-gejala tersebut tidak sampai menjadi
pertentangan atau pertikaian.
3). Pertentangan (conflict).
Pertentangan adalah suatu bentuk interaksi antar individu atau kelompok
sosial yang berusaha untuk mencapai tujuannya dengan jalan menentang pihak lain
disertai ancaman atau kekerasan. Pertentangan memiliki bentuk khusus, antara
lain: pertentangan pribadi, pertentangan rasional, pertentangan kelas sosial,
dan pertentangan politik.
3.
Sosialisasi.
Peter Berger mendefinisikan sosialisasi sebagai suatu proses di mana
seorang anak belajar menjadi seorang anggota yang berpartisipasi dalam
masyarakat (Berger, 1978:116).
Salah satu teori peranan dikaitkan sosialisasi ialah teori George Herbert
Mead. Dalkam teorinya yang diuraikan dalam buku Mind, Self, and Society (1972).
Mead menguraikan tahap-tahap pengembangan secara bertahap melalui interaksi
dengan anggota masyarakat lain, yaitu melalui beberapa tahap-tahap play stage,
game sytage, dan tahap generalized other.
Cooley berpendapat looking-glass self terbentuk melalui tiga tahap. Tahap
pertama seseorang mempunyai persepsi mengenaoi pandangan orang lain
terhadapnya. Pada tahap berikut seseorang mempunyai persepsi mengenai penilain
oreang lain terhadap penampilannya. Pada tahap ketiga seseorang mempunyai
perasaan terhadap apa yang dirasakannya sebagai penilaian orang lain
terhadapnya itu.
Pihak-pihak yang melaksanakan sosialisasi itu menurut Fuller and Jacobs
(1973:168-208) mengidentifikasikan agen sosialisasi utama: keluarga, kelompok
bermain, media massa, dan sistem pendidikan.
4.
Bentuk
dan Pola Sosialisasi
Bentuk-bentuk Sosialisasi
Sosialisasi merupakan suatu proses yang berlangsung sepanjang hidup
manusia. Dalam kaitan inilah para pakar berbicara mengenai bentuk-bentuk proses
sosialisasi seperti sosialisasi setelah masa kanak-kanak, pendidikan sepanjang
hidup, atau pendidikan berkesinambungan.
Pola-pola Sosialisasi
Pada dasarrnya kita mengenal dua pola sosialisasi, yaitu pola represi yang
menekankan pada penggunaan hukuman terhadap kesalahan. Dan pola partisipatori
yabg merupakan pola yang didalamnya anak diberi imbalan manakala berperilaku
baik dan anak menjadi pusat sosialisasi.
Masyarakat dan Komunitas
Masyarakat itu merupakan kelompok atau kolektifitas manusia yang melakuakn
antar hubungan, sedikit banyak bersifat kekal, berlandaskan perhatian dan
tujuan bersama, serta telah melakukan jalinan secara berkesinambungan dalam
waktu yang relatif lama. Unsur-unsur masyarakat yaitu: kumpulan orang, sudah
terbentuk dengan lama, sudah memiliki sistem dan struktur sosial tersendiri,
memiliki kepercayaan, sikap, dan perilaku yang dimiliki bersama, adanya
kesinambungan dan pertahanan diri, dan memiliki kebudayaan.
Masyarakat Setempat (community)
Masyarakat setempat menunjukan pada bagianmasyarakat yang bertempat tinggal
disatu wilayah (dalam arti geografis) dengan batas-batas tertentu dimana faktor
utama yang menjadi dasarnya adalah interaksi yang lebih besar diantara
anggota-anggotanya, dibandingkan interaksi dengan penduduk diluar batas
wilayahnya.
Masyarakat Desa dan Masyarakat Kota
Menurut Soerjono Soekamto, masyarakat kota dan desa memiliki perhatian yang
berbeda, khususnya terhadap perhatian keperluan hidup. Di desa, yang diutamakan
adalah perhatian khusus terhadap keperluan pokok, fungsi-fungsi yang lain
diabaikan. Lain dengan pandangan orang kota, mereka melihat selain kebutuhan
pokok, mereka melihat selain kebutuhan pokok, pandangan sekitarnya sangat
mereka perhatikan.
Masyarakat Multikultural
Perlu diketahui, ada tiga istilah yang digunakan secara bergantian untuk
mengambarkan masyarakat yang terdiri atas agama, ras, bahasa dan budaya yang
berbeda, yaitu pluralitas, keragaman, dan multikultural.
Konsep pluralitas menekankan pada adanya hal-hal yang lebih dari satu
(banyak). Keragaman menunjukan bahwa keberadaanya yang lebih dari satu itu
berbeda-beda, heterogen, dan bahkan tidak dapat dipersamakan. Sementara itu,
konsep multikultralisme sebenarnya merupakan konsep yang relatif baru. Inti
dari multikulturalisme adalah kesediaan menerima kelompok lain secara sama
sebagai kesatuan, tanpa memperdulikan perbedaan budaya, etnik, gender, bahasa
ataupun agama. Jadi, apabila pluralitas hanya menggambarkan kemajemukan,
multikulturalisme meberikan penegasan bahwa dengan segala perbedaannya itu
mereka adalah sama diruang publik.
D.
Pegembangan Manusia Sebagai Makhluk
Individu dan Sosial
1. Pengembangan Manusia Sebagai Makhluk Individu
Sebagai makhluk individu yang menjadi satuan terkecil dalam suatu
organisasi atau kelompok, manusia harus memiliki kesadaran diri yang dimulai
dari kesadaran pribadi di antara segala kesadaran terhadap segala sesuatu.
Kesadaran diri tersebut meliputi kesadaran diri di antara realita,
self-respect, self-narcisme, egoisme, martabat kepribadian, perbedaan dan
persamaan dengan pribadi lain, khususnya kesadaran akan potensi-potensi pribadi
yang menjadi dasar bagi self-realisation.
Sebagai makhluk individu, manusia memerlukan pola tingkah laku yang bukan
merupakan tindakan instingtif belaka. Manusia yang biasa dikenal dengan Homo
sapiens memiliki akal pikiran yang dapat digunakan untuk berpikir dan berlaku
bijaksana. Dengan akal tersebut, manusia dapat mengembangkan potensi-potensi
yang ada di dalam dirinya seperti, karya, cipta, dan karsa. Dengan pengembangan
potensi-potensi yang ada, manusia mampu mengembangkan dirinya sebagai manusia
seutuhnya yaitu makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna.
Perkembangan manusia secara perorangan pun melalui tahap-tahap yang memakan
waktu puluhan atau bahakan belasan tahun untuk menjadi dewasa. Upaya pendidikan
dalam menjadikan manusia semakin berkembang. Perkembangan keindividualan
memungkinkan seseorang untuk mengmbangkan setiap potensi yang ada pada dirinya
secara optimal.
Sebagai makhluk individu manusia mempunyai suatu potensi yang akan
berkembang jika disertai dengan pendidikan. Melalui pendidikan, manusia dapat
menggali dan mengoptimalkan segala potensi yang ada pada dirinya. Melalui pendidikan
pula manusia dapat mengembangkan ide-ide yang ada dalam pikirannya dan
menerapkannya dalam kehidupannya sehari-hari yang dapat meningkatkan kualitas
hidup manusia itu sendiri.
2.. Pengembangan Manusia Sebagai Makhluk Sosial
Di dalam kehidupannya, manusia tidak hidup dalam kesendirian. Manusia
memiliki keinginan untuk bersosialisasi dengan sesamanya. Ini merupakan salah
satu kodrat manusia adalah selalu ingin berhubungan dengan manusia lain. Hal
ini menunjukkan kondisi yang interdependensi. Di dalam kehidupan manusia
selanjutnya, ia selalu hidup sebagai warga suatu kesatuan hidup, warga
masyarakat, dan warga negara. Hidup dalam hubungan antaraksi dan
interdependensi itu mengandung konsekuensi-konsekuensi sosial baik dalam arti positif
maupun negatif. Keadaan positif dan negatif ini adalah perwujudan dari
nilai-nilai sekaligus watak manusia bahkan pertentangan yang diakibatkan oleh
interaksi antarindividu. Tiap-tiap pribadi harus rela mengorbankan hak-hak
pribadi demi kepentingan bersama
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Manusia adalah makhluk individu dan juga makhluk sosial. Sebagai individu,
ia mempunyai kemauan dan kehendak yang mendorongnya berbuat dan bertindak. Dari
apa yang diperbuatnya dan dari sikap hidupnya, orang dapat mengetahui pribadi
seseorang. Sebagai makhluk idividu, manusia ingin hidup senang dan bahagia, dan
menghindar dari segala yang menyusahkan. Untuk itu ia berusaha memenuhi
kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan jasmani maupun kebutuhan rohani yang dapat membawa
kesenangan dan kebahagiaan kepada dirinya.
Akibat dari hal itu, timbullah hak seseorang atas sesuatu, seperti hak
milik atas sesuatu benda, hak menuntut ilmu, hak menikmati kesenangan dan
lain-lainnya. Hak itu tidak boleh diganggu oleh orang lain. Akibatnya, orangpun
merasa bahwa dialah yang berkuasa atas haknya itu dan menyadari pula bahwa ia
mempunyai rasa aku. Kesadaran ini mendorongnya untuk bertindak sendiri,
terlepas dari pengaruh orang lain. Hidup sebagai makhluk individu semata-mata
tidak mungkin tanpa juga sebagai makhluk sosial. Manusia hanya dapat dengan
sebaik-baiknya dan manusia hanya akan mempunyai arti apabila ia hidup
bersama-sama manusia lainnya di dalam masyarakat. Tidak dapat dibayangkan
adanya manusia yang hidup menyendiri tanpa berhubungan dan tanpa bergaul dengan
sesama manusia lainnya. Hanya dalam hidup bersama manusia dapat berkembang
dengan wajar dan sempurna. Hal ini ternyata bahwa sejak lahir sampai meninggal,
manusia memerlukan bantuan orang lain untuk kesempurnaan hidupnya. Bantuan ini
tidak hanya bantuan untuk memenuhi kebutuhan jasmani, tetapi juga untuk
kebutuhan rohani. Manusia sangat memerlukan pengertian, kasih sayang, harga
diri, pengakuan dan tanggapan-tanggapan emosional yang sangat penting artinya
bagi pergaulan dan kelangsungan hidup yang sehat. Inilah kodrat manusia,
sebagai makhluk individu dan juga sebagai makhluk sosial. Tak ada seorangpun
yang dapat mengingkari hal ini, karena ternyata bahwa manusia baru dapat
disebut manusia dalam hubungannya dengan orang lain, bukan dalam
kesendiriannya.
DAFTAR PUSTAKA
http://tiuii.ngeblogs.com/2009/10/23/peran-budaya-lokal-memperkokoh-ketahanan-budaya-bangsa-2/
http://staff.undip.ac.id/sastra/dhanang/2009/07/23/peningkatan-kualitas-pembelajaran-sejarah-dan/
http://rendhi.wordpress.com/makalah-pengaruh-globalisasi-terhadap-eksistensi-kebudayaan-daerah/
Ahmadi, A. 1991. Ilmu Sosial Belajar. Jakarta : Rineka Cipta
Bouman. 1976. SOSIOLOGI (Pengertian-Pengertian Dan Masalah-Masalah).
Jakarta : Yayasan Kanisius
Daldjoeni, N. 1997. Dasar-dasar Ilmu Pengetahuan Sosial untuk Mahasiswa
IKIP (FKIP) dan Guru Sekolah Lanjutan. Bandung : PT. Alumni
Darmayah.dkk.1986. Ilmu Sosial Dasar (Kumpulan Essei). Surabaya : Usaha
Offset Priting.
Diknas .2003. Modul Acuan Proses Pembelajaran Mata Kuliah Berkehidupan
Bermasyarakat Ilmu Sosial Dan Budaya Dasar Ilmu Kealaman Dasar. Jakarta :
Diknas
Ahmadi, A. 1991. Ilmu Sosial Belajar. Jakarta : Rineka Cipta
Bouman. 1976. SOSIOLOGI (Pengertian-Pengertian Dan Masalah-Masalah).
Jakarta : Yayasan Kanisius
Daldjoeni, N. 1997. Dasar-dasar Ilmu Pengetahuan Sosial untuk Mahasiswa
IKIP (FKIP) dan Guru Sekolah Lanjutan. Bandung : PT. Alumni
Darmayah.dkk.1986. Ilmu Sosial Dasar (Kumpulan Essei). Surabaya : Usaha
Offset Priting.
dia Gro �+o p P> h= span>
http://www.e-dukasi.net/karyaanda/viewkarya.php?kid=16
http://kaltarabloggers.aimoo.com/m/Artikel-Paper-Karya-Ilmiah-Makalah-Tugas-Akhir-TA-Skripsi-Tesis/DAMPAK-TEKNOLOGI-TERHADAP-KEHIDUPAN-MANUSIA-1-1221860.html
http://www.sijorimandiri.net/sm/index.php?option=com_content&view=article&id=4610:kasus-manipulasi-nilai-ijazah-umrah-&catid=3:tanjungpinang&Itemid=2
http://www.antaranews.com/berita/1267570956/kasus-hukum-wali-kota-kediri-bakal-dihentikan
http://airatezuka.blogspot.com/2010/06/lagi-lagi-kasus-moral.html
http://www.scribd.com/doc/31759426/perkembengan-dan-penyalahgunaan-Ipa-Dan-Iptek
0 komentar:
Posting Komentar